Search Suggest

PENGERTIAN LONGSOR DAN CIRI-CIRI TANAH LONGSOR DAN PENANGANANNYA

Baca Juga:

Pengertian Longsor


Longsor merupakan gejala alami, yakni suatu proses perpindahan massa tanah
atau batuan pembentuk lereng dengan arah miring dari kedudukan semula,
sehingga terpisah dari massa yang mantap karena pengaruh gravitasi,
dengan jenis gerakan berbentuk translasi dan/atau rotasi.




Tanah Longsor
Gambar : Tanah Longsor
 
Secara singkat proses terjadinya tanah longsor adalah sebagai berikut:



  • air meresap ke dalam tanah sehingga menambah bobot tanah 
  • air menembus sampai ke lapisan kedap yang berperan sebagai bidang gelincir, kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya bergerak mengikuti lereng dan keluar dari lereng.


Tipe
longsor
 
Menurut Naryanto (2002), jenis tanah longsor berdasarkan kecepatan gerakannya dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis yaitu :
  1. Aliran; longsoran bergerak serentak/mendadak dengan kecepatan tinggi.
  2. Longsoran; material longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran berbentuk tapal kuda.
  3. Runtuhan; umumnya material longsoran baik berupa batu maupun tanah bergerak cepat sampai sangat cepat pada suatu tebing.
  4. Majemuk; longsoran yang berkembang dari runtuhan atau longsoran dan berkembang lebih lanjut menjadi aliran.
  5. Amblesan (penurunan tanah); terjadi pada penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pengikisan tanah serta pada daerah yang dilakukan proses pemadatan tanah.
Penurunan tanah (subsidence) dapat terjadi akibat adanya konsolidasi, yaitu penurunan permukaan tanah sehubungan dengan proses pemadatan atau perubahan volume suatu lapisan tanah. Proses ini dapat berlangsung lebih cepat bila terjadi pembebanan yang melebihi faktor daya dukung tanahnya ataupun pengambilan air tanah yang berlebihan dan berlangsung relatif cepat. Pengambilan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan muka air tanah (pada sistem akifer air tanah dalam) dan turunnya tekanan hidrolik, sedangkan tekanan antar batu bertambah. Akibat beban di atasnya menurun. Penurunan tanah pada umumnya terjadi pada daerah dataran yang dibangun oleh batuan/tanah yang bersifat lunak (Sangadji, 2003).


Ciri-ciri Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor


Pada umumnya daerah rawan bencana tanah longsor merupakan daerah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:






  • Kemiringan lereng curam (lebih dari 40%), dan/atau kawasan rawan gempa.
  • Kawasan yang dijumpai banyak alur air dan mata air yang berada di lembah-lembah subur dekat sungai. 
  • Lereng-lereng pada belokan sungai, sebagai akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng. 
  • Daerah tekuk lereng, yakni peralihan antara lereng curam dengan
    lereng landai yang di dalamnya terdapat pemukiman. Lokasi seperti ini
    merupakan zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih
    curam. Oleh karena itu daerah tekuk lereng ini sangat sensitif mengalami
    peningkatan tekanan air pori yang akhirnya melemahkan ikatan antar
    butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsor. 
  • Daerah yang dilalui struktur patahan/sesar yang umumnya terdapat
    hunian. Dicirikan oleh adanya lembah dengan lereng yang curam (diatas
    30%), tersusun dari batuan yang terkekarkan (retakan) secara rapat, dan
    munculnya mata air di lembah tersebut. Retakan batuan dapat
    mengakibatkan menurunnya kestabilan lereng, sehingga dapat terjadi
    jatuhan atau luncuran batuan apabila air hujan meresap ke dalam retakan
    atau saat terjadi getaran pada lereng. 
  • Geologi (jenis batuan, sifat batuan, stratigrafi dan tingkat pelapukan). 
  • Jenis-jenis batuan/tanah antara lain: 

  1. Tanah tebal dengan tingkat pelapukan sudah lanjut 
  2. Kembang kerut tanah tinggi seperti pada tanah dengan kadar liat tinggi dengan tipe mineral seperti monmorillonite 
  3. Sedimen berlapis (tanah permeabel berada di atas tanahimpermeabel) 
  4. Pelapisan tanah/batuan searah dengan kemiringan lereng 
  5. Tanah pelapukan tebal 
  6. Tingkat kebasahan tinggi (curah hujan tinggi) 
  7. Erosi lateral intensif sehingga menyebabkan terjadinya penggerusan di bagian kaki lereng, akibatnya lereng semakin curam. 

  • Morfologi atau bentuk geometri lereng 

  1. Erosi lateral dan erosi mundur (backward erosion) yang intensif
    menyebabkan terjadinya penggerusan di bagian kaki lereng, akibatnya
    lereng semakin curam. Semakin curam suatu kemiringan lereng, semakin
    kecil nilai kestabilannya. 
  2. Patahan yang mengarah keluar lereng. 

  • Curah hujan 

  1. Daerah dengan curah hujan rata-rata tinggi (diatas 2000 mm/tahun) 
  2. Akibat hujan terjadi peningkatan kadar air tanah, akibatnya menurunkan ketahanan batuan dan menambah beban mekanik tanah. 
  3. Curah hujan yang tinggi menyebabkan meningkatnya volume air yang
    terinfiltrasi sehingga tanah menjadi semakin jenuh dan makin menjenuhi
    dan menambah beban lapisan tanah di atas bahan gelincir. 

  • Kegiatan manusia 

  1. Mengganggu kestabilan lereng misalnya dengan memotong lereng. 
  2. Melakukan pembangunan tidak mengindahkan tata ruang wilayah/tata ruang desa. 
  3. Mengganggu vegetasi penutup lahan sehingga aliran permukaan
    melimpah, misalnya dengan 'over cutting', penjarahan atau penebangan tak
    terkendali, hal ini akan menyebabkan erosi mundur maupun erosi lateral.
  4. Menambah beban mekanik dari luar, misalnya penghijauan atau
    reboisasi yang sudah terlalu rapat, pohonnya sudah besar-besar di
    kawasan rawan longsor dan tidak dipanen.





METODE PENANGGULANGAN KELONGSORAN

1.    Penanggulangan Longsor

Yang dimaksud dengan penanggulangan longsoran adalah
adalah tindakan
yang bersifat pencegahan dan tindakan korektif. Tindakan pencegahan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya longsor,
sedangkan tindakan korektif
dilakukan setelah longsor terjadi.
Menurut
umur kestabilannya, tindakan korektif dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu penanggulangan darurat
dan
penanggulangan permanen.


2.    Pencegahan

Pencegahan adalah tindakan pengamanan untuk
mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan
yang lebih
parah pada
daerah-daerah
yang berpotensi longsor.
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:


1.  Menghindari  penambahan
 gaya
 pada  bagian  atas
 lereng,
 misalnya
 tidak melakukan penimbunan dan pembuatan bangunan di atas lereng.



2.     Menghindari pemotongan/penggalian pada kaki
lereng.



3.   Mencegah terjadinya penggerusan
sungai
yang berakibat terganggunya kemantapan lereng.



4.     Mengeringkan genangan air pada bagian atas lereng.



5.     Menutup cekungan-cekungan yang berpotensi menimbulkan genangan air.



6.     Penghijauan pada lereng yang gundul.



7.  Mengendalikan air permukaan pada lereng sehingga tidak terjadi erosi yang menimbulkan alur
dalam.



8.     Penggunaan bangunan penambat, misalnya tiang pancang, tembok penahan, bored pile, bronjong, dan lain-lain.



9.     Pengaturan tata guna lahan.





3.   Penanggulangan Darurat

Penanggulangan darurat adalah tindakan korektif yang sifatnya sementara dan umumnya dilakukan sebelum penanggulangan
permanen
dilaksanakan. Penanggulangan darurat dapat
dilaksanakan dengan tindakan-tindakan sebagai
berikut:


1.    Mencegah masuknya air permukaan ke dalam area
longsoran
dengan cara
membuat
saluran terbuka.



2.     Mengeringkan genangan air yang berada pada
bagian atas longsoran.



3.     Mengalirkan genangan air dan mata air yang
tertimbun maupun yang terbuka.



4.     Menutup rekahan dengan tanah liat.



5.     Membuat beban kontra (counter weight) pada kaki
longsoran, misalnya dengan bronjong ataupun karung yang berisi tanah.



6.     Pelebaran ke arah tebing.



7.     Pemotongan bagian kepala longsoran



4.    Penanggulangan Permanen



 Penanggulangan permanen memerlukan waktu untuk penyelidikan, analisis, dan perencanaan yang matang.
Metode penanggulangan longsoran dibedakan
menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:


a.    Mengurangi gaya-gaya yang menimbulkan gerakan tanah dengan cara:



  1.  Mengubah geometri
    lereng
  2. Mengendalikan air
    permukaan


a.    Menambah gaya-gaya yang menahan gerakan tanah dengan cara:

  1.  Mengendalikan air
    rembesan
     
  2. Penambatan
  3. Beban kontra (counter weight)


 c.   Jika kedua metode di atas tidak dapat mengatasi longsoran yang terjadi maka
dilakukan penanggulangan dengan tindakan lain, misalnya:



  1. Stabilisasi
  2. Relokasi
  3. Bangunan silang
  4. Bangunan bahan ringan


5.    Pemilihan Tipe Penanggulangan

Pemilihan tipe penanggulangan
gerakan tanah disesuaikan dengan tipe
gerakan,
faktor penyebab, dan kemungkinan untuk dapat dikerjakan (work ability). Pemilihan tipe penanggulangan juga harus
memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengan
pelaksanaan,
yaitu
tingkat kepentingan, aspek
sosial, dan ketersediaan material di sekitar lokasi longsoran.


6.    
M
engubah Geometri Lereng.

Pengubahan geometri lereng
dapat dilakukan dengan
pemotongan dan penimbunan (cut
and fill)
. Bagian yang
dipotong disesuaikan dengan
geometri
daerah longsoran, sedangkan penimbunan dilakukan di
kaki lereng. Pemotongan geometri
terdiri dari:


  1. Pemotongan kepala (bagian atas)
    lereng.
  2. Pelandaian.
  3. Penanggaan.
  4. Pemotongan habis.
  5. Pengupasan lereng.
Pada prinsipnya pemotongan lereng bertujuan untuk mengurangi tegangan.
Jadi
pemotongan
harus dilakukan pada bagian yang banyak menimbulkan tegangan tangensial. Tebing yang rawan longsor dan memiliki
sudut kemiringan lebih besar dari sudut geser dalam tanahnya sebaiknya dilandaikan sampai mencapai sudut
lereng yang aman, yaitu mendekati sudut geser dalam tanahnya. Penetapan metode ini perlu mempertimbangkan mekanisme longsoran yang terjadi.
Pemotongan tidak
efektif
 untuk
 tipe  longsoran
 berantai  yang
 gerakannya  dimulai  dari
 bagian
 kaki lereng. Cara pemotongan juga tidak disarankan untuk
gerakan tanah tipe aliran,
kecuali
disertai dengan tata salir yang memadai.
Mengubah geometri lereng dengan cara penimbunan
dilakukan
dengan
memberikan beban berupa timbunan pada area
kaki
lereng yang
berfungsi untuk menambah momen perlawanan. Penanggulangan ini
hanya cocok untuk longsoran
rotasi
tunggal yang massa tanahnya relatif utuh di mana bidang rotasinya terletak di
dalam area longsoran.
Pemilihan metode penimbunan
diperkenankan
dengan memperhatikan hal-hal
sebagai
berikut:


1.    Timbunan tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya



2.    Timbunan tidak mengganggu
drainase
permukaan
dan
tidak
membentuk
cekungan yang memungkinkan terjadinya genangan air.



3.    Timbunan terletak di antara bidang netral
dan ujung kaki
longsoran.



 

Metode pengubahan geometri harus memperhatikan keberadaan bangunan
di sekitar lokasi longsoran. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:


1.       Pemotongan kepala longsoran tidak diperkenankan jika terdapat bangunan di
dekatnya.



2.       Pelandaian dapat dilakukan jika bangunan terletak di kaki longsoran.



3.       Pemotongan seluruhnya hanya boleh dilakukan bila bangunan terletak di ujung kaki
longsoran.



4.       Penanggan umumnya dapat dilakukan jika bangunan berada di dekat kepala, di
tengah, maupun di
kaki longsoran.



5.       Penimbunan tidak diperkenankan bila bangunan terletak pada kaki longsoran.



7.    Mengendalikan Air
Permukaan



Mengendalikan air
permukaan merupakan langkah awal dari setiap rencana
penanggulangan longsoran. Pengendalian air
permukaan ini bertujuan untuk
mengurangi berat massa tanah yang bergerak
dan menambah kekuatan material
pembentuk lereng. Dua hal yang harus diperhatikan adalah air permukaan yang
akan mengalir pada permukaan lereng dan yang akan meresap ke dalam tanah. Air
permukaan harus dicegah agar tidak mengalir menuju area longsoran, sedangkan
mata air, rembesan, dan genangan di area longsoran harus dialirkan ke luar.



Mengendalikan air permukaan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:



a.      
Menanam Tumbuhan



Penanaman tumbuhan dimaksudkan untuk mencegah erosi tanah permukaan.



b.      
Tata Salir



Tata
salir/saluran
permukaan
sebaiknya dibuat pada bagian luar longsoran
dan
mengelilingi
longsoran sehingga
mencegah
air
limpasan yang
datang dari
tempat yang lebih tinggi mengalir
masuk ke area longsoran.



Jika terpaksa membuat saluran terbuka di badan longsoran, maka harus diperhatikan hal-hal berikut:



1.     Dasar saluran harus kedap air dan memiliki kemiringan yang cukup sehingga air bisa mengalir dengan cepat dan tidak meresap ke badan longsoran.



2.     Dimensi saluran juga harus diperhitungkan terhadap debit dan kecepatan
aliran yang dikehendaki.



c.      
Menutup Rekahan



Penutupan rekahan dapat memperbaiki kondisi pengaliran air permukaan pada lereng. Penutupan rekahan mencegah masuknya air permukaan sehingga tidak menimbulkan
tekanan
hidrostatis dan tidak membuat tanah yang
bergerak
menjadi lembek.



d.      
Perbaikan Permukaan Lereng



Perbaikan permukaan
lereng dapat dilakukan
dengan meratakan
permukaannya, misalnya dengan memotong gundukan dan menutup cekungan sehingga dapat mempercepat aliran air limpasan dan mengurangi terjadinya resapan. Metode ini
bisa dikombinasikan dengan metode lain.



8.        
M
engendalikan Air Rembesan (Drainase Bawah Permukaan)



Mengeringkan atau menurunkan muka air tanah dengan mengendalikan air
tanah merupakan usaha yang sulit dan membutuhkan penyelidikan yang cermat.
Metode pengendalian air rembesan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:



a.     Sumur Dalam



Digunakan untuk menanggulangi longsoran
yang bidang
longsornya
relatif
dalam dan efektif digunakan pada daerah longsoran yang bermaterial lulus
air. Cara ini dinilai
cukup mahal
karena harus melakukan pemompaan secara
terus-menerus.



b.     Penyalir
Tegak (Saluran Tegak)



Metode ini
dilakukan
dengan cara mengalirkan air tanah sementara
ke lapisan lulus air di
bawahnya, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik. Efektifitas dari metode
ini
tergantung
pada kondisi air tanah   dan
perlapisannya.



c.     Penyalir
Mendatar
(Saluran Mendatar)



Penyalir mendatar dibuat untuk mengalirkan air atau menurunkan muka air tanah pada daerah longsoran. Metode ini dapat digunakan pada longsoran
besar yang
bidang longsornya
dalam dengan membuat lubang setengah
mendatar hingga mencapai sumber airnya. Air dialirkan melalui pipa
dengan diameter
5 cm atau lebih
yang
berlubang-lubang
pada dindingnya. Penempatan pipa
penyalir tergantung pada jenis material yang akan diturunkan muka air tanahnya. Untuk material berbutir halus jarak antar
pipa 3-8 meter, sedangkan untuk material kasar berjarak 815 meter. Efektifitas cara ini tergantung dari permeabilitas
tanah yang mempengaruhi
banyaknya air yang bisa dialirkan keluar.



d.    
Pelantar



Pelantar sangat efektif untuk menurunkan muka air tanah di
daerah longsoran yang besar, tapi pengerjaannya sangat sulit dan mahal. Cara ini lebih banyak dipakai
pada lapisan batu, karena umumnya memerlukan penyangga yang
lebih sedikit dibandingkan
bila dilakukan pada tanah.  Agar
berfungsi
maksimal, pelantar digali di bawah bidang longsor.
Kemudian dari atas dibuat lubang yang
berhubungan dengan pelantar untuk mempercepat aliran air dalam
material
yang longsor.



e.    
Sumur Pelega



Sumur pelega efektif untuk menanggulangi longsoran berskala
kecil yang
disebabkan oleh rembesan. Sumur tersebut dibuat dengan  menggali kaki longsoran,
 dan  galian
 ini
 harus  segera  diisi  dengan  batu.  Hal ini untuk menjaga agar tidak kehilangan gaya penahan yang dapat mengakibatkan longsoran yang lebih besar.



f.      
Penyalir Parit Pencegat (Saluran Pemotong)



Penyalir parit pencegat dibuat untuk memotong aliran air tanah yang masuk
ke dalam
longsoran. Parit ini
dibuat di
bagian atas mahkota longsoran sampai
ke lapisan kedap air, sehingga aliran air tanah tercegat oleh parit tersebut. Pada  
dasar   galian   dipasang   pipa   dengan   dinding   berlubang   untuk
mengalirkan air tanah. Pipa ini
kemudian ditimbun dengan material yang bisa berfungsi sebagai penyalir filter. Cara ini dapat dilakukan
bila kedalaman lapisan kedap air tidak lebih dari 5 meter.
Efektifitas cara ini tergantung pada
kondisi
air
tanah dan perlapisannya.



g.    
Penyalir Liput



Penyalir liput dipasang di antara lereng alam dan timbunan yang sebaiknya
dilakukan
pengupasan pada lereng alam sampai tanah keras. Sebelum
penyalir liput dipasang, material berbutir dari
penyalir ini dihamparkan
menutupi seluruh lereng yang akan ditimbun. Air yang mengalir melalui penyalir liput ini ditampung pada penyalir terbuka yang digali di bawah
timbunan.



h.    
Elektro Osmosis



Elektro osmosis merupakan salah satu cara
penanggulangan
longsoran khususnya pada lanau dan lempung kelanauan.
Cara ini jarang digunakan karena relatif mahal
dan tidak menyelesaikan masalah dengan tuntas bila proses elektro osmosis tidak berjalan dengan baik. Metode ini dilakukan dengan
 cara  menempatkan  2  (dua)
 elektroda 
sampai  pada  kedalaman lapisan  jenuh
 air
 yang
 akan  dikeringkan,
 kemudian
 arus  listrik
 searah
dialirkan. Arus listrik terimbas menyebabkan air pori mengalir
dari
anoda ke katoda. Elektroda diatur agar
tekanan air menjauhi lereng yang berfungsi
mengurangi kadar air dan tekanan air pori sehingga
meningkatkan kemantapan lereng.



9.    Penambatan

Metode penambatan ini terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu penambatan tanah dan penambatan batuan. Penambatan tanah terdiri
dari:


  1. Tembok penahan
  2. Matras
    Perkuatan lereng dengan Tanaman Tipe 3
  3. Sumuran
  4. Tiang pancang
  5. Turap baja
  6. Bored pile


 Sedangkan penambatan batuan terdiri dari:

  1. Tumpuan beton
  2. Baut batuan
  3. Pengikat beton
  4. Jangkar kabel
  5. Jala kawat
  6. Tembok penahan batu
  7. Beton semprot
  8. Dinding tipis 
 
Referensi:

Geloginesia, Australian Geoscience, https://www.amuzigi.com/

 
 

Penutup

Sekian Penjelasan Singkat Mengenai PENGERTIAN LONGSOR DAN CIRI-CIRI TANAH LONGSOR DAN PENANGANANNYA. Semoga Bisa Menambah Pengetahuan Kita Semua.

Posting Komentar

pengaturan flash sale

gambar flash sale

gambar flash sale