Search Suggest

Tanaman Penutup Tanah

Baca Juga:

 

Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan
atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman
 kerusakan oleh  erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia dan
sifat fisik tanah.


Tanaman penutup tanah berperan: (1)
menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan
aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan organik tanah
melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan
transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman
penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air
hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan
memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.


Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk
digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran
tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al, 1961): (a) mudah
diperbanyak, sebaiknya dengan biji, (b)  mempunyai sistem perakaran yang
tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai
sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan
tanah yang tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, (d)
toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap gulma, penyakit
dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah
diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim
atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi
tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan
seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.


Tanaman penutup tanah atau tanaman pembantu dapat digolongkan dalam (Osche et al 1961):


Tanaman penutup  tanah rendah


Tanaman penutup tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan  dan tumbuhan merambat atau menjalar:


  • Dipakai dalam pola pertanaman rapat: Calopogonium muconoides Desv, Centrosema pubescens Benth, Mimosa invisa Mart, Peuraria phaseoloides Benth.


  • Digunakan dalam pola pertanaman barisan: Eupatorium triplinerve Vahl (daun panahan, godong, prasman, jukut prasman), Salvia occidentalis Schwartz (langon, lagetan, randa nunut), Ageratum mexicanum Sims.


  • Digunakanuntuk penguat teras dan saluran-saluran air: Althenanthera amoena Voss (bayem kremah, kremek), Indigofera endecaphylla jacq (dedekan), Ageratum conyzoides L (babandotan), Erechtites valerianifolia Rasim (sintrong), Borreria latifolia Schum (bulu lutung, gempurwatu), Oxalis corymbosa DC, Brachiaria decumbens, Andropogon zizanoides (akar wangi), Panicum maximum (rumput benggala), Panicum ditachyum (balaban, paitan), Paspalum dilatum (rumput Australia), Pennisetum purpureum (rumput gajah) .



Tanaman Penutup Tanah sedang (perdu)


  • Dipakai dalam pola pertanaman teratur di
    antara baris tanaman pokok: Clibadium surinamense var asperum baker,
    Eupatorium pallessens DC (Ki Dayang, Kirinyuh)

  • Digunakan dalam pola pertanaman pagar: Lantana camara L (tahi ayam, gajahan, seruni), Crotalaria anagyroides HBK, Tephrosia candida DC, Tepherosia vogelii, Desmodium gyroides DC (kakatua, jalakan). Acacia villosa Wild (lamtoro merah), Sesbania grandiflora PERS (turi), Calliandra calothyrsus Meissn (kaliandra merah), Gliricidia maculata (johar cina, gamal), Flemingia congesta Roxb, Crotalaria striata DC., Clorataria juncea, L. Crotalaria laurifolia Poir (urek-urekan, kacang cepel),  Cajanus cajan Nillst (kacang hiris, kacang sarde)  dan Indigofera arrecta Hooscht.




  • Penggunaan di luar areal pertanaman utama dan merupakan sumber pupuk
    hijau dan mulsa,  untuk penghutanan dan perlindungan dinding jurang: Leucaena glauca (L) Benth (pete cina, lamtoro, kemelandingan), Tithonia tagetiflora Desp, Graphtophyllum pictum Gries (daun ungu, handeuleum), Cordyline fruticosa Backer, Eupatorium riparium REG.


Tanaman penutup tanah tinggi atau tanaman pelindung


  • Digunakan dalam pola teratur di antara baris tanaman utama: Albizia falcata (sengon laut, jeunjing), Grevillea robusta A Cum, Pithecellobium saman benth (pohon hujan), Erythrina sp (dadap), Gliricidia sepium


  • Dipakai dalam barisan: Leucaena glauca atau Leucaena leucocephala

  • Penggunaan untuk melindungi jurang, tebing atau untuk penghutanan kembali: Albizia falcata dan Leucaena glauca, Albizia procera Benth, Acacia melanoxylon, Acacia mangium, Eucalyptus saligna, Cinchona succirubra, Gigantolochloa apus (bambu apus), Dendrocalamus asper, Bambusa bambos.


Tumbuh-tumbuhan bawah (undergrowth) alami pada perkebunan


Banyak usaha telah dilakukan pada
beberapa perkebunana, terutama perkebunan karet, dalam memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan bawah alami untuk melindungi tanah.


Tumbuhan yang tidak disukai


Banyak tumbuhan  yang termasuk dalam
tumbuhan pengganggu atau tidak disukai yang dapat berfungsi sebagai
penutup tanah atau pelindung tanah terhadap ancaman erosi.
Tumbuh-tumbuhan itu tidak disukai karena sifat-sifatnya yang merugikan
tanaman pokok dan sulit diberantas atau dibersihkan  dari lahan usaha
pertanian: Imperata cylindrica, Panicum repens (lampuyangan), Leersia
hexandra (kalamento), Saccharum spontaneum (gelagah), Anastrophus
compressus dan Paspalum compressum (tumput pahit).


Sumber bahan: Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.


Inovasi Ekologi dalam Pengelolaan Tanah


Oleh: Subekti Rahayu Gulma adalah momok
bagi para petani, karena bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang mereka budidayakan. Hal ini juga dialami para petani kopi
di Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat. Gulma seringkali menyaingi
tanaman kopi di daerah yang sekitar 70%-nya dipenuhi kebun kopi ini.
Bagaimana petani setempat mengatasinya?



Di wilayah ini, gulma umumnya menjadi
masalah di kebun kopi naungan sederhana (kopi yang ditanam dengan
tanaman penaung jenis polong-polongan) dan kebun kopi muda. Pada kedua
jenis kebun kopi ini,kerapatan tajuknya relatif terbuka, apalagi jika
pohon penaungnya menggugurkan daun di musim kemarau. Celah antar tajuk
memungkinkan sinar matahari menembus permukaan tanah dan memicu
pertumbuhanberbagai jenis gulma. Sementara pada kebun kopi jenis
multistrata (kopi yang ditanam bersama pohon buahbuahan dan
kayu-kayuan), gulma tidak begitu menjadi masalah bagi petani karena
tingginya kerapatan tajuk pepohonan dapat menekan pertumbuhan gulma.


Para petani biasanya membersihkan seluruh
atau sebagian gulma dengan menggunakan koret (sejeniscangkul kecil).
Pembersihan dengan cara ini dapat memicu terbukanya permukaan tanah yang
mengawaliterjadinya erosi, terutama pada musim hujan. Biasanya petani
menyisakan gulma di sebagian area kebun untuk menghalangi terjadinya
erosi. Aktivitas pembersihan gulma ini menuntut alokasi waktu, tenaga,
bahkan biaya untuk upah jika menggunakan jasa orang lain.





Selain disebabkan oleh metode pembersihan
gulma, erosi juga dipengaruhi oleh ketebalan serasah pada kebun kopi.
Serasah yang relatif tebal pada kebun kopi multistrata mengurangi
terjadinya erosi tanah sehingga kesuburan tanah tetap terpelihara.
Sedangkan, serasah yang relatif sedikit pada kebun kopi naungan
sederhana dan kebun kopi muda memungkinan terjadinya lebih banyak erosi,
sehingga penurunan kesuburan tanah menjadi lebih cepat. Hal ini
terutama terjadi pada kebun yang berada pada tempat-tempat berlereng
curam. Sebagai upaya konservasi tanah, para petani kopi umumnya membuat
teras dan rorak di antara kebun kopi sehingga tanah yang hanyut, masuk
ke dalam rorak tersebut dan tidak terbuang.


Memperkenalkan Arachis pintoi


Gulma dan menurunnya kesuburan tanah
menjadi permasalahan utama bagi petani kopi di Sumberjaya, terutama pada
kebun-kebun kopi naungan sederhana dan kebun kopi muda. Petani harus
mengeluarkan biaya untuk pembersihan gulma dan menyediakan pupuk agar
tanahnya kembali subur. Untuk mengatasi dua masalah ini, para petani
kopi di Sumberjaya bersama World Agroforestry Centre (ICRAF) berupaya
mencari metode yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan ekologis.




Memanfaatkan Arachis pintoi—lebih dikenal
sebagai “pintoi” di kalangan petani—kemudian menjadi pilihan bersama.
Tanaman sejenis kacang-kacangan ini diperkenalkan oleh ICRAF yang
bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanah (BPT) Bogor, sebagai sarana
konservasi tanah sekaligus untuk menekan pertumbuhan gulma. Kedua
lembaga ini mengajak petani berdiskusi mengenai penurunan kesuburan
tanah dan pertumbuhan gulma yang terjadi di kebun kopinya.


Selanjutnya para petani diajak berkunjung
ke daerah lain yang telah mempraktikkan penanaman A. pintoi, yaitu
kebun percobaan Lembaga Penelitian Kopi serta kebun lada yang ada di
Lampung Barat. Setelah kunjungan tersebut, 50 orang petani tertarik
untuk menanam A. pintoi di kebun kopinya. Antusiasme  petani ini pun
disambut ICRAF dan BPT Bogor dengan memberikan bantuan, berupa bibit A.
pintoi dan biaya perawatan.


Waktunya Pembuktian


Ada ungkapan yang menyebutkan, “petani
tidak perlu janji, tetapi perlu bukti”. Setelah menanam A. pintoi di
kebun kopinya, petani dapat melihat sendiri bahwa gulma tidak tumbuh
lagi, terutama alang-alang yang sangat sulit dibersihkan.


A. pintoi menghambat pertumbuhan
alang-alang karena penutupan permukaan tanah oleh tanaman ini
menghalangi sinar matahari yang diperlukan rimpang alang-alang untuk
tumbuh dan berkembang. Tanaman yang bisa tumbuh di tempat teduh dan
tahan terinjakinjak ini juga seringkali menang ketika bersaing dengan
gulma untuk memperoleh air dan hara. Dengan A. pintoi, selain mengurangi
risiko penggunaan herbisida, petani tak perlu lagi meluangkan waktu
atau mengeluarkan biaya untuk membersihkan gulma.


A. pintoi yang tumbuh di kebun kopi mampu
menutupi permukaan tanah sehingga tanah terjaga kelembabannya, tidak
terkikis dan terbawa aliran air ketika hujan. Tanaman ini juga menambah
unsur hara tanah melalui kemampuannya mengikat nitrogen dari udara. A.
pintoi menyediakan tempat bagi mikroorganisme pengikat fosfor, yang juga
membantu proses pelapukan daun dan batangnya. Oleh karenanya, serasah
A. pintoi merupakan sumber makanan dan tempat hidup hewan tanah yang
berguna dalam pelapukan bahan-bahan organik. Petani juga dapat
memanfaatkan A. pintoi untuk makanan ternak, seperti kambing, domba,
sapi, dan kerbau. Tanaman yang tidak dapat tumbuh tinggi (maksimal 30
cm) dan dapat diperbanyak dengan stek batang ini bisa menghasilkan
hijauan ternak yang cukup bernutrisi.


Pendapat Petani versus Hasil Penelitian



Setelah penanaman A. pintoi di kebun kopi
petani berjalan selama tiga tahun, ternyata muncul dua pendapat berbeda
di kalangan petani. Dari 50 petani yang berpartisipasi, delapan petani
tidak menerapkan lebih lanjut penanaman A. pintoi dengan alasan,
mengubah kebun kopi menjadi kebun sayur (1 petani), menjual kebunnya (3
petani), dan merasa bahwa A. pintoi menyulitkan ketika musim panen,
karena buah kopi yang jatuh di antara tanaman ini sulit ditemukan, di
samping mereka juga menginginkan kebun kopi yang benar-benar bersih dari
tanaman lain (4 petani). Sisanya, sebanyak 42 petani mengadopsi metode
ini lebih lanjut, antara lain dengan cara mengaplikasikan A. pintoi di
kebun lain miliknya, menyebarkan informasi dan manfaatnya ke petani
lain, bahkan memberikan bibit ke petani lain untuk ditanam.


Pak Baridi, salah satu petani dari Desa
Simpang Sari mengatakan, “Saya mendapatkan banyak pengetahuan dari para
peneliti yang datang ke sini, seperti pemanfaatan A. pintoi sebagai
tanaman penutup tanah. Awalnya masyarakat di Sumberjaya belum mengetahui
manfaat tanaman ini. Namun atas masukan para peneliti, beberapa dari
kami mencoba mempraktikkannya di sebuah lahan kecil. Hasilnya terbukti
bagus dan mudah dipraktikkan. Kemudian kami mencoba menerapkannya di
kebun.


Sayangnya, tidak semua petani di sini
percaya dan yakin akan manfaat tanaman tersebut karena mereka belum
mempraktikannya sendiri. Sebagian petani tertarik setelah melihat
keberhasilan kami, kemudian ikut menerapkannya di lahan mereka.”
Ternyata manfaat yang dikemukakan petani sejalan dengan hasil analisis
yang dilakukan oleh para peneliti. Hasil analisis membuktikan bahwa di
kebun kopi petani yang tidak ditanami A. pintoi terjadi kehilangan tanah
akibat erosi sebanyak 10 kali lipat dibandingkan kebun yang ditanami.
Hal ini dikarenakan akar A. pintoi dapat mencegah hanyutnya tanah oleh
air dan angin. Daun-daunnya juga mengurangi kikisan tetesan air hujan.
Bisa dibayangkan, betapa besar unsur hara yang hilang pada kebun yang
tidak ditanami A. pintoi. Seiring hilangnya unsur hara, kesuburan tanah
akan menurun dan akibatnya hasil panen pun berkurang.


Hasil Pembelajaran


Adanya perbedaan persepsi di antara
petani setelah melakukan percobaan penanaman A. pintoi memberikan
gambaran bahwa ada hal-hal yang perlu dipelajari dari proses adopsi
suatu inovasi. Dengan mengajak petani melakukan penelitian di kebunnya,
terlihat bahwa suatu inovasi akan lebih mudah diterima bila petani
mendapat bukti nyata dari hasil percobaannya sendiri. Selain itu, petani
yang mengadopsi perlu lebih diyakinkan dengan menyertakan bukti-bukti
ilmiah berdasarkan hasil penelitian mengenai manfaat inovasi yang coba
dikembangkan. Upaya ini perlu dilakukan agar mereka mengembangkan dan
menyebarkan apa yang mereka peroleh ke petani lainnya.


Di samping itu, perlu juga dilakukan
pendekatan kepada petani yang belum mengadopsi, untuk mengetahui
alasan-alasan mengapa mereka tidak mengadopsi. Subekti Rahayu, World
Agroforestry Centre (ICRAF), Jl. Cifor, Situ Gede, Sindang Barang,
Bogor, Jawa Barat Telp: 0251- 625415, Fax: 0251- 625416, E-mail:
s.rahayu@cgiar.org Referensi
Mulyoutami, E, Stefanus, E, Schalenbourg, W, Rahayu, S and Joshi, L.
2004. Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi dalam Konservasi dan
Pengelolaan Tanah pada Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung
Barat, Agrivita 26:98-107, 18 MARET 2007


Sumber: http://www.worldagroforestry.org/af1/index.php?id=20


Jenis Tanaman Menurut Fungsinya


A. TANAMAN PENYERAP PARTIKEL LIMBAH:


  1. Agathis alba (damar)
  2. Swietenia macrophylla (mahoni daun lebar)
  3. Podocarpus imbricatus (jamuju)
  4. Myristica fragrans (pala)
  5. Pithecelebium dulce (asam landi)
  6. Cassia siamea (johar)
  7. Polyalthea longifolia (glodogan)
  8. Baringtonia asiatica (keben)
  9. Mimosrops elengi (tanjung)

B. TANAMAN PENYERAP CO2 DAN PENGHASIL O2 :


  1. Agathis alba (damar)
  2. Bauhinea purpurea (kupu-kupu)
  3. Leucena leucocephala (lamtoro gung)
  4. Acacia auriculiformis (akasia)
  5. Ficus benyamina (beringin)

C. TANAMAN PENYERAP/PENEPIS BAU  :


  1. Michelia champaka (cempaka)
  2. Pandanus sp (pandan)
  3. Murraya paniculata (kemuning)
  4. Mimosops elengi (tanjung)

D. TANAMAN UNTUK MENGATASI PENGGENANGAN  :


  1. Artocarpus integra (nangka)
  2. Paraserianthes falcaratia (albizia)
  3. Acacia vilosa
  4. Indigofera galegoides
  5. Dalbergia spp
  6. Swietenia mahagoni (mahoni)
  7. Tectona grandis (jati)
  8. Samanea sama (kihujan)
  9. Leucena glauca (lambro)

E. TANAMAN UNTUK PELESTARIAN AIR TANAH :


  1. Casuarina equisetifolia (cemara laut)
  2. Ficus elastica (fikus)
  3. Hevea brasiliensis (karet)
  4. Garcinia mangostana (manggis)
  5. Lagerstroemia speciosa (bungur)
  6. Fragraea fragrans
  7. Cocos nucifera (kelapa)

F. TANAMAN PENGAMAN PANTAI DAN ABRASI :


  1. Mangrove
  2. Avicinnea
  3. Bruguiera
  4. Nipah

Sumber: http://www.dishut.jabarprov.go.id


EFEKTIFITAS VEGETATIF DALAM KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA SUATU DAS


Oleh: Suhardi, A262030061/DAS, E-mail: suhardidas@yahoo.com


Abstract


Soil and water conservation by vegetation
represent crop management technology in the form of bush or tree, good
in the form of annual crop and also the crop one year and grass. This
technological often allied with soil and water conservation action in
management. Use vegetation target that is besides can of soil and water
conservation, also earn reclamation of land from damage of effect
erosion, beside own economic value especially from system agroforestry.
Vegetation can enlarge to infiltration and evapotranspiration so that
the rain which fall only a few becoming surface stream resulting erosion
and floods but will become ground water so that the availability
irrigate during the year at one particular watershed more well
guaranted. Vegetation in the form of forest crop very effective in
improving existence of river stream continually with debit 2,5 bigger
times compared to by watershed in agriculture region. Beside that,
forest also can minimize erosion till only 0,4 tons/ha/yr. Keywords :
Vegetation, Conservation, and Watershed.


A. Pendahuluan


Dalam rangka pembangunan pertanian
berkelanjutan, maka pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi
yang berwawasan konservasi. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat
mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan bilama memiliki ciri
seperti : dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan
sesuai dengan kondisi bio fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar,
tidak mengakibatkan degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan
teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat (Sinukaban, 1994).
Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam kaitannya
dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003) yaitu :


a. Agronomi yang
meliputi teknis agronomis seperti TOT, minimum tillage, countur farming,
mulsa, pergiliran tanaman (crop rotation), pengelolaan residu tanaman,
dll.


b. Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman rumput.


c. Struktur/konstruksi yaitu bangunan konservasi seperti teras, tanggul, cek dam, Saluran, dll.


d. Manajemen berupa
perubahan penggunaan lahan. Tanah dengan penutup tanah yang baik berupa
vegetasi, mulsa residu tanaman akan memperkecil erosi dan run off.
Harsono (1995), lahan tertutup dengan hutan, padang rumput dapat
mengurangi erosi hingga kurang dari 1% dibandingkan dengan tanah
terbuka.


Permukaan tanah dengan penutupan yang baik dapat berdampak terhadap :


  • Menyediakan cadangan air tanah
  • Memperbaiki/menstabilkan struktur tanah,
  • Meningkatkan kandungan hara tanah, sehingga lebih produktif
  • Mempertahankan kondisi tanah dan air.
  • Memperbaiki ekonomi petani.

Teknologi vegetatif (penghutanan) sering dipilih karena selain dapat
menurunkan erosi dan sedimentasi di sungai-sungai juga memiliki nilai
ekonomi (tanaman produktif) serta dapat memulihkan tata air suatu DAS
(Hamilton, et.al., 1997).


B. Apakah Vegetatif Dapat Mengkonservasi Tanah dan Air?


Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif
dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman
tahunan maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering
dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara
pengelolaan.(Sinukaban, 2003). Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat
menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat :


  1. memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,
  2. penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi,
  3. disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang
    mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah
    infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.

Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah
pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah
penghasilan petani (Hamilton, et.al., 1997). Baker (1956) dalam Foth (1995), membedakan efek penutup tanah menjadi lima kategori :


  1. Intersepsi terhadap curah hujan
  2. Mengurangi kecepatan run off
  3. Perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah.
  4. Mempengaruhi aktifitas mikro organisme yang berakibat pada meninhkatkan porositas tanah.
  5. Transpirasi tanaman akan berpengaruh pada lengas tanah pada hari berikutnya.

Penelitian oleh Kelman (1969) dalam Hamilton, et.al., (1997) di Mount APO Mindanau pada kemiringan 20% mengenai erosi pada berbagai penutup tanah seperti pada Tabel 1.



Dari tabel di atas terlihat bahwa erosi
meningkat secara eksponensial dengan berkurangnya penutupan tanah.
Pengelolaan tanaman penutup tanah secara intercropping dengan tanaman
pohon dapat mengurangi erosi. Chang dan Cheng (1974) dalam Hamilton, et.al.,
(1997) meneliti tentang intercropping tanaman penutup tanah dengan
citrus. Tanaman penutup tanah meliputi : Centrosema, Indegofera, Bahia
grass, Guinea grass, Summer soy bean, Rice straw mulch. Hasilnya
menunjukkan bahwa Bahia grass, Guinea grass dan Rice Straw mulch sangat
efektif sekali untuk mencegah erosi dan run off. Pengaruh berbagai
penutup tanah, praktek-praktek pengelolaan penutup tanah dan praktek
konservasi terhadap erosi pada perkebunan pisang dengan kemiringan yang
cukup di Taiwan dipelajari oleh Wang dkk (1970) dan Cang (1970). Wang
mendapatkan bahwa barier rumput atau jalur-jalur mulsa mengurangi
run-off. Tanpa adanya mulsa penutup tanah dengan indegofera atau bahia
grass adalah sangat efektif dalam mengurangi run-off dan erosi.
Florideo (1981) dalam Hamilton, et.al.,
(1997)mengamati bahwa pemangkasan selektif terhadap kelebatan pohon
sebesar 40 % tidak menimbulkan erosi yang berarti. Akan tetapi
penebangan hutan dimana pohon-pohonnya ditarik keluar akan menimbulkan
erosi tanah C. Bagaimana Vegetatif Dapat Berfungsi Sebagai Konservasi
Tanah dan Air? Vegetatif dapat berfungsi dalam konservasi tanah dan air
karena ia memiliki beberapa manfaat yang mendukung terciptanya
pertanian berkelanjutan. Menurut Hamilton (1997), bahwa vegetatif
memeliki beberapa manfaat yang merupakan ciri pertanian berkelanjutan
seperti konservasi, reklamasi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.


1. Aspek Konservasi


Aspek konservasi berupa konservasi tanah
dan air melalui peningkatan infiltarasi, sehingga cadangan air tanah
tersedia dan dapat mencegah terjadinya erosi baik oleh air karena aliran
permukaan, maupun akibat angin dan salinasi. Menurut Mawardi (1991)
bahwa secara umum infiltarasi dipengaruhi oleh:


  1. intensitas hujan atau irigasi,
  2. kandungan lengas tanah, dan
  3. faktor tanah.

Faktor tanah merupakan sifat internal
tanah dan sifat lain yang dipengaruhi oleh cara pengelolaan tanah.
Pengelolaan tanah dapat mempengaruhi struktur tanah, keadaan dan bentuk
permukaan tanah serta keadaan tanaman. Penutupan tanah dengan vegetasi
dapat meningkatkan infiltrasi karena perakaran tanaman akan memperbesar
granulasi dan porositas tanah, disamping itu juga mempengaruhi aktifitas
mikroorganisme yang berakibat pada meningkatkan porositas tanah
(Harsono, 1995). Selanjutnya air masuk melalui infiltrasi tetap
tersimpan karena tertahan oleh tanaman penutup di bawahnya  atau
sisa-sisa tanaman berupa daun yang sifatnya memiliki penutupan yang
rapat sehingga menekan evaporasi. Demikian halnya dengan aspek
konservasi tanah, vegetasi memiliki peranan penting karena dapat
mengurangi peranan hujan dalam proses terjadinya erosi. Menurut Harsono
(1995), bahwa proses terjadinya erosi oleh hujan sebagai berikut :


  1. Pelepasan butiran tanah oleh hujan.
  2. Transportasi oleh hujan
  3. Pelepasan (penggerusan/scouring) oleh run off.
  4. Transportasi oleh run off.

Menurut Sukirno (1995), bahwa usaha konservasi tanah pada hakekatnya
adalah pengendalian energi dari akibat tetesan hujan maupun limpasan
permukaan dalam proses terjadinya erosi. Prinsip pengendalian energi ini
dengan usaha :


  1. Melindungi tanah dari prediksi pukulan air hujan (erosi percik), dengan tanaman penutup tanah.
  2. Mengurangi kecepatan energi kinetik tetesan air hujan, dengan tanaman pelindung, atau pelindung lainnya.
  3. Mengurangi energi kinetik limpasan permukaan.

2. Aspek Reklamasi.


Aspek reklamasi berupa perbaikan unsur
hara dari proses dekomposisi dedaunan/serasah, sehingga dapat
meningkatkan unsur N, K. Kerusakan lahan banyak diakibatkan oleh erosi
berupa hilangnya tanah dengan kandungan bahan organik dan Nitrogen yang
sangat merugikan teristimewa terhadap tanaman bijibijian bukan
leguminosa. Penurunan Nitrogen tanah dapat diperbaiki dengan menggunaan
pupuk Nitrogen, tetapi membutuhkan biaya yang besar. Namun  dengan
adanya sisa-sisa tanaman yang telah mengalami perombakan secara
ekstensif dan tanah sampai perubahan lebih lanjut yang dikenal dengan
humus dapat memperbaiki kandungan Nitrogen, Kalium, Karbon, Pospor,
Sulfur, Calsium, dan Magnesium. Secara skematis, mekanisme pembentukan
humus dalam perombakan sisa-sisa tanaman dalam tanah (Foth, 1995)
seperti pada Gambar 1.


Gambar 1. Mekanisme pembentukan humus.

Gambar 1. Mekanisme pembentukan humus.


Humus mengabsorbsi sejumlah besar air dan
menunjukkan ciricirinya untuk mengembang dan menyusut. Humus merupakan
faktor penting dalam pembentukan struktur tanah. Humus mempunyai
ciri-ciri fisik lain dan sifat fisikokimia yang menjadikan humus
merupakan unsur pokok tanah yang bernilai tinggi.


3. Aspek Ekonomi.


Dimana tanaman vegetasi penutup berupa
tanaman agroforestri yang dikembangkan memiliki kontribusi produksi yang
nyata sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupan petani. Agroforestri
memiliki fungsi ekonomi bagi suatu masyarakat. Peran utama bagi petani
bukan hanya produksi bahan pangan melainkan juga sebagai sumber
penghasil pemasukan uang dan modal. Pendapatan petani dari system
agroforestri umumnya dapat menutupi kebutuhan sehari-hari dari hasil
panen secara teratur seperti lateks, damar, kopi, kayu manis dan
lain-lain. Selain itu juga dapat membantu menutupi pengeluaran tahunan
dari hasil panen secara musiman seperti buah-buahan, cengkeh, pala dan
lain-lain. Komoditas lainnya berupa kayu juga dapat menjadi sumber uang
cukup besar meskipun tidak tetap, dan dapat dianggap sebagai cadangan
tabungan untuk kebutuhan mendadak.


Meskipun tidak memungkinkan akumulasi
modal secara cepat dalam bentuk syste-aset yang dapat segera diuangkan,
namun diverifikasi tanaman merupakan jaminan petani terhadap ancaman
kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar
yang sulit diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga suatu komoditas,
spesies ini dapat dengan mudah ditelantarkan, hingga suatu saat
pemanfaatannya kembali menguntungkan. Proses tersebut tidak menyebabkan
gangguan ekologi terhadap system ini, dan bahkan komoditas tersebut akan
tetap hidup dalam struktur kebun dan siap untuk dipanen sewaktu-waktu.
Sementara komoditas lainnya tetap akan ada yang dapat dipanen, bahkan
komoditas baru dapat diintroduksi tanpa merombak system produksi yang
ada.


D. Untuk Apa Vegetatif Dikembangkan pada Suatu DAS?


Teknologi vegetatif tepat diterapkan pada
suatu DAS dengan distribusi debit sungai yang tidak seragam. Artinya
perbedaan antara debit puncak dan aliran dasar sangat besar. Percobaan
yang pernah dilakukan di Indonesia berupa membandingkan DAS untuk
pertanian, dengan satu 25 % wilayahnya dihutankan kembali, dan yang lain
lagi 100 % dihutankan kembali dengan Pinus mercusii, Tectona gandis,
Swetenia macrophylla dan Eucalyptus alba.


Hasil dilaporkan bahwa, daerah yang
dihutankan kembali aliran sungainya secara terus-menerus dalam musim
kering yang besarnya 2,5 kali lipat dari aliran sungai yang berasal dari
DAS untuk pertanian (Hamilton, et.al., 1997). Selanjutnya Hamilton, et.al.,
(1997), melaporkan pula bahwa dengan penanaman hutan mengakibatkan
volume aliran mendadak yang agak lebih rendah, penurunan nyata dalam
debit puncak, serta penundaan waktu tercapainya puncak yang nyata.


Percobaan Pine Tree Branch yang
dilaksanakan antara tahun 1941-1960  tidak hanya menunjukkan penurunan
yang besar dalam puncak musiman tertinggi, tetapi juga penurunan dalam
pelepasan aliran puncak dari badai sebelum dan sesudah penanaman yang
sebanding yang meliputi seluruh kisaran keadaan lengas, intensitas curah
hujan dan musim (Tennesse Valley Athority, 1962 dalam Hamilton, et.al.,
1997). Sebagai contoh, waktu yang diperlukan oleh 20 dan 95 persen air
yang jatuh untuk mengalir ke luar dari daerah tampung masing-masing
menjadi lebih lama kira-kira 5-18 kali, dan penurunan debit puncak
antara 92-97 % dalam musim pertumbuhan dan 71-92 % dalam musim dorman.


Demikian halnya dengan hasil penelitian
Tsukamoto yang dilaporkan pada tahun 1981 menunjukkan bahwa di Jepang
debit puncak dari DAS yang gundul adalah 1,4 kali lebih besar daripada
DAS yang dihutankan kembali. Hutan yang tidak terganggu merupakan
penutup tanah yang baik terhadap erosi. Sedimen yang tersuspensi pada
250 juta hektar hanya terjadi sebesar 0,4 ton/ha/thn (Pauler dan Heady,
1981 dalam Hamilton, et.al.,
1997). Pada hutan sekunder sedimen hanya terjadi sebesar 1,19
ton/ha/thn. Anderson (1978), mengamati bahwa erosi meningkat sebagai
akibat hutan yang terbakar, sedimen terjadi sebesar 3,12 ton/ha/thn atau
5-8 kali daripada hutan yang tidak terganggu di DAS Oregon USA.


E. Penutup


Pengelolaan secara vegetatif merupakan
salah satu teknologi konservasi tanah dan air dalam rangka menuju
pertanian berkelanjutan. Teknologi ini dapat memelihara kestabilan
struktur tanah melalui sistem perakaran dan penutupan lahan sehingga
dapat meningkatkan infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi, memperbaiki
hara tanah serta memiliki nilai ekonomi. Teknologi ini tepat
diterapkan pada suatu DAS dengan distribusi aliran yang memiliki
perbedaan yang cukup besar antara volume aliran puncak dan aliran dasar.
Karena dengan menghutankan suatu DAS, maka aliran sungainya secara
terus menerus dalam musim kering besarnya mencapai 2,5 kali lipat dari
aliran sungai yang berasal dari DAS yang tidak berhutan.


Hutan yang tidak terganggu merupakan
penutup tanah yang baik terhadap erosi. Sedimen yang tersuspensi pada
250 juta ha hanya terjadi sebesar 0,4 ton/ha/thn. Namun pada hutan yang
terbakar mengakibatkan erosi meningkat, demikian halnya dengan sedimen
terjadi sebesar 3,12 ton/ha/thn atau 5-8 kali daripada hutan yang tidak
terganggu.


DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 1986. Petunjuk Pelaksanaan
Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
tanah. Departemen Kehutanan. Jakarta.


Foth, H.D., 1995. Dasar-dasar Ilmu Tanah. (Fundamentals of Soil Science). Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta.


Hamilton, L.S. dan P.N.King, 1997. Daerah
Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical Forested Watersheds). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.


Harsono, 1995. Hand Out Erosi dan Sedimentasi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta


Mawardi, M., 1991. Hand Out Hidrologi
Pertanian. Program Studi Mekanisasi Pertanian Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Lestari dengan Konservasi. Faperta IPB. Bogor.


Sinukaban, N., 2003. Bahan Kuliah Teknologi Pengelolaan DAS. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


Sukirno, 1995. Hand Out Teknik Konservasi
Tanah. Program Studi Teknik Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Penutup

Sekian Penjelasan Singkat Mengenai Tanaman Penutup Tanah. Semoga Bisa Menambah Pengetahuan Kita Semua.

Posting Komentar

pengaturan flash sale

gambar flash sale

gambar flash sale