Prinsip Stabilitas Lereng Batuan
Prinsip stabilitas lereng batuan berkaitan dengan kemampuan suatu massa batuan pada lereng untuk menahan gaya-gaya yang cenderung menyebabkan pergerakan atau keruntuhan. Kestabilan lereng tercapai ketika gaya-gaya penahan (resistensi) lebih besar daripada gaya-gaya pendorong (driving forces). Jika gaya pendorong melebihi gaya penahan, maka lereng berpotensi menjadi tidak stabil dan dapat terjadi longsoran batuan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Lereng Batuan:
Beberapa faktor utama memengaruhi stabilitas lereng batuan, di antaranya:
Geometri Lereng:
- Ketinggian Lereng: Semakin tinggi lereng, semakin besar pula gaya gravitasi yang bekerja, sehingga meningkatkan potensi ketidakstabilan.
- Kemiringan Lereng: Lereng yang lebih curam cenderung lebih tidak stabil karena komponen gaya gravitasi yang bekerja sejajar dengan bidang lereng menjadi lebih besar.
Struktur Geologi dan Diskontinuitas:
- Bidang Perlapisan: Arah dan kemiringan bidang perlapisan batuan dapat menjadi jalur lemah yang mempermudah terjadinya longsoran, terutama jika searah dengan kemiringan lereng.
- Kekar dan Sesar: Adanya retakan (kekar) dan patahan (sesar) dalam massa batuan mengurangi kekuatan batuan secara keseluruhan dan dapat menjadi bidang gelincir potensial.
- Keterbukaan dan Pengisian Diskontinuitas: Lebar bukaan antar diskontinuitas dan material pengisi (misalnya lempung atau air) dapat mempengaruhi kekuatan geser sepanjang bidang tersebut.
- Kekasaran Diskontinuitas: Permukaan diskontinuitas yang kasar akan memberikan tahanan geser yang lebih besar dibandingkan permukaan yang halus.
- Pelapukan: Proses pelapukan kimiawi dan fisik dapat melemahkan batuan dan mengurangi kekuatan gesernya, sehingga meningkatkan risiko ketidakstabilan lereng.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan:
- Kuat Geser Batuan: Kemampuan batuan untuk menahan gaya geser merupakan faktor utama dalam stabilitas lereng. Kuat geser dipengaruhi oleh kohesi (daya lekat antar butir) dan sudut geser dalam (resistansi terhadap pergeseran akibat gesekan).
- Kuat Tarik dan Kuat Tekan: Meskipun tidak secara langsung menyebabkan longsoran geser, kuat tarik dan kuat tekan batuan mempengaruhi bagaimana massa batuan merespons tegangan dan deformasi.
- Bobot Isi Batuan: Batuan yang lebih berat akan memberikan gaya pendorong yang lebih besar pada lereng.
- Porositas dan Permeabilitas: Kemampuan batuan untuk menyimpan dan mengalirkan air mempengaruhi tekanan air pori.
Kondisi Hidrogeologi:
- Tekanan Air Pori: Kehadiran air di dalam pori-pori dan diskontinuitas batuan akan mengurangi tekanan efektif antar butir, sehingga menurunkan kuat geser batuan dan meningkatkan gaya pendorong akibat berat air.
- Muka Air Tanah: Tingginya muka air tanah dalam lereng akan meningkatkan tekanan air pori dan berpotensi menyebabkan ketidakstabilan.
- Aliran Air Tanah: Aliran air dalam lereng dapat menyebabkan erosi internal dan pelapukan, yang keduanya dapat mengurangi stabilitas.
- Presipitasi dan Infiltrasi: Curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan kandungan air dalam lereng dan menaikkan muka air tanah.
Faktor Eksternal:
- Aktivitas Seismik (Gempa Bumi): Getaran akibat gempa bumi dapat memberikan gaya inersia tambahan yang signifikan pada massa batuan, melebihi kuat gesernya dan menyebabkan longsoran.
- Aktivitas Manusia: Pemotongan lereng yang tidak tepat, peledakan, pembangunan struktur di atas lereng, dan perubahan pola drainase dapat mengganggu keseimbangan gaya pada lereng dan memicu ketidakstabilan.
- Vegetasi: Keberadaan vegetasi dapat meningkatkan stabilitas lereng melalui perakaran yang memperkuat tanah dan batuan di permukaan, serta mengurangi infiltrasi air. Namun, penebangan vegetasi yang tidak terkontrol dapat mengurangi stabilitas.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Batuan:
Untuk mengevaluasi stabilitas lereng batuan, berbagai metode analisis digunakan, antara lain:
- Metode Kesetimbangan Batas (Limit Equilibrium Methods): Metode ini menganalisis keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada massa batuan yang dianggap akan longsor sepanjang bidang gelincir tertentu. Beberapa metode yang umum digunakan adalah metode irisan (slices methods) seperti Fellenius, Bishop, dan Janbu. Metode ini menghasilkan nilai Faktor Keamanan (FK), yaitu rasio antara gaya penahan dan gaya pendorong. Lereng dianggap stabil jika FK > 1, marginal jika FK ≈ 1, dan tidak stabil jika FK < 1.
- Metode Elemen Hingga (Finite Element Method - FEM) dan Metode Beda Hingga (Finite Difference Method - FDM): Metode numerik ini membagi massa batuan menjadi elemen-elemen kecil dan menganalisis perilaku tegangan dan regangan di dalam massa batuan. Metode ini memungkinkan analisis lereng dengan geometri dan kondisi material yang kompleks, serta dapat memprediksi pola deformasi dan mekanisme keruntuhan.
- Metode Empiris (Empirical Methods): Metode ini didasarkan pada studi kasus longsoran batuan di masa lalu dan mengaitkan parameter geologi, geometri lereng, dan karakteristik batuan dengan stabilitas lereng. Contoh metode empiris adalah Rock Mass Rating (RMR) dan Q-slope. Metode ini sering digunakan untuk penilaian awal dan klasifikasi stabilitas lereng.
- Analisis Kinematik: Metode ini digunakan untuk mengevaluasi potensi terjadinya jenis-jenis longsoran tertentu (seperti longsoran bidang, baji, dan guling) berdasarkan orientasi diskontinuitas relatif terhadap geometri lereng.
Jenis-jenis Keruntuhan Lereng Batuan:
Keruntuhan lereng batuan dapat terjadi dalam berbagai mode, tergantung pada kondisi geologi, geometri lereng, dan faktor-faktor pemicu. Beberapa jenis keruntuhan yang umum meliputi:
- Longsoran Bidang (Planar Failure): Terjadi ketika massa batuan meluncur sepanjang bidang diskontinuitas tunggal yang miring ke arah lereng.
- Longsoran Baji (Wedge Failure): Terjadi ketika massa batuan tergelincir sepanjang perpotongan dua atau lebih bidang diskontinuitas yang membentuk baji.
- Guling Batuan (Rock Toppling): Terjadi ketika blok-blok batuan terpisah oleh diskontinuitas berputar di sekitar titik tumpu di bagian bawah lereng.
- Jatuhan Batuan (Rockfall): Terjadi ketika fragmen-fragmen batuan jatuh bebas dari lereng yang curam atau tebing.
- Aliran Debris (Debris Flow): Merupakan gerakan material campuran antara batuan, tanah, dan air dengan kecepatan tinggi.
Pemahaman mendalam mengenai prinsip stabilitas lereng batuan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat penting dalam perencanaan, desain, dan pengelolaan lereng buatan (misalnya pada tambang, jalan, dan bendungan) maupun lereng alami untuk meminimalkan risiko longsoran dan dampaknya.
A. Prinsip Stabilitas Lereng Batuan
Keruntuhan lereng batuan merupakan pergerakan batuan yang cepat pada permukaan lereng batuan curam, baik batuan yang besar maupun batuan yang kecil. Karena kecepatannya yang tinggi, keruntuhan lereng batuan dapat membahayakan kendaraan, menyebabkan luka atau kematian pada pengendara dan penumpang, serta kerugian ekonomi karena penutupan jalan. Oleh karena itu, beberapa bagian jalan di daerah pegunungan memerlukan perlindungan dari keruntuhan batuan, terutama pada tebing yang curam.
B. Penanggulangan Keruntuhan Lereng Batuan
Dalam melakukan penanganan stabilitas lereng, perlu dilakukan beberapa macam jenis tinjauan seperti bagaimana kondisi topografi, kondisi geologi, kondisi lingkungan, dan kondisi lain yang ada. Namun, tinjauan lain seperti tingkat kemudahan pengerjaan, dan ketersediaan alat dan pekerja juga perlu mendapat perhatian karena pada akhirnya itu akan mempengaruhi biaya penanganan lereng. Pemilihan metoda penanggulangan longsoran tergantung dari beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
- Identifikasi penyebab ( penggerusan pada kaki lereng, penimbunan pada kepala longsoran, pemotongan pada kaki lereng dan sebagainya).
- Kemungkinan tipe-tipe penanggulangan berdasarkan teknis ( luas daerah longsoran, jenis tanah).
- Kemungkinan pelaksanaan ( biaya, teknik pelaksanaan, kemampuan pelaksana dan sebagainya).
- Memilih salah satu penanggulangan dengan mempertimbangkan faktor ekonomi (material yang ada).
Secara garis besar, penanganan terhadap keruntuhan batuan diklasifikasikan menjadi 2, yaitu tindakan stabilisasi lereng (stabillization measure) dan perlindungan (protection measure). Berikut adalah skema jenis penanganan lereng batuan.
1. Stabilisasi lereng (stabillization measure)
Stabilisasi lereng batuan itu sendiri dilakukan untuk mempertahankan kondisi batuan agar tetap dalam kondisi yang stabil atau memperkecil kemungkinan terjadi kelongsoran. Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh kondisi seperti yang tertulis di atas ada dua yaitu dengan memperkuat lereng batuan (reinforcement) dan mengubah bentuk muka lereng dengan pemotongan (rock removal).
Kedua cara tersebut memiliki banyak contoh penerapannya dilapangan dan untuk pemilihan jenis penangannya tergantung pada kebutuhan dan kondisi yang ada di lapangan. Tingkat kestabilan suatu lereng batuan, secara umum ditunjukkan dengan suatu nilai angka atau faktor aman lereng (Safety Factor).
Angka aman (Safety Factor) ini merupakan angka yang menggambarkan kondisi keamanan lereng batuan. Nilai SF kritis lereng batuan adalah 1, artinya pada kondisi demikian lereng batuan sangat rawan terhadap bahaya kelongsoran. Oleh karena itu, nilai angka aman diharapkan memiliki besaran lebih dari 1. Nilai angka aman tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus seperti di bawah ini.
1. Berat dari volume batuan (W)
Berat sendiri dari batuan akan dipengaruhi oleh berat jenis batuan dan besarnya volume bongkahan batuan yang terkena bidang gelincir. Jadi semakin besar berat batuan akan berpengaruh pada meningkatnya gaya normal yang dihasilkan (lereng stabil), tetapi di sisi lain juga akan memberikan tambahan gaya gelincir pada massa batuan (menambah gaya geser)
Parameter ini akan berpengaruh pada tingkat ketahanan batuan untuk tidak mengalami keruntuhan. Besarnya parameter dukung batuan akan tergantung pada tiap tiap jenis batuan.
Sudut kemiringan bidang gelincir akan mempengaruhi besarnya volume batuan yang berpotensi longsor. Jadi semakin besar sudut kemiringan bidang gelincir, maka distribusi gaya berat batuan ke gaya gesernya (Wsinα) akan semakin besar pula sehingga stabilitasnya menurun.
Keberadaan air dalam lereng baik pada bidang retakan atau pada bidang gelincir akan memberikan dampak negatif pada kestabilan lereng. Air yang berada pada bidang retak akan memberikan gaya dorong bagi massa batuan agar mengalami pergerakan (V), dan air pada permukaan bidang gelincir akan memberikan gaya angkat (Uplift) yang secara teori akan melawan gaya berat batuan sehingga akan mengurangi gaya normalnya.
5. Tegangan karena adanya perkuatan (angker, rockbolt,dll)
Keberadaan perkuatan sebenarnya ditujukan untuk menambah gaya normal dari massa batuan (R). Angker akan memberikan gaya desak sehingga akan terjadi interlocking pada massa batuan. Akibatnya jika gaya normal yang bekerja menjadi lebih besar, maka gaya dorong yang diperlukan untuk meruntuhkan batuan akan bertambah besar pula.
6. Gaya gempa
Rumus umum: Pg = Kh * W,
di mana: Pg adalah gaya gempa (N atau kg m/s²).Kh adalah koefisien gempa horizontal.W adalah gaya berat tanah (N atau kg m/s²).
Dalam rumus di atas, gaya gempa tidak di perhitungkan. Namun, adanya gempa akan memberikan pengaruh negatif pada stabilitas lereng. Gaya gempa sendiri dapat diasumsikan berdasarkan zona wilayah gempa seperti yang telah disebutkan dalam SNI.
1.1 Pemotongan Lereng Batuan
Metode ini meliputi :
- Pembuangan batuan kecil yang tidak stabil (mudah runtuh).
- Memotong atau meledakkan batuan yang menggantung.
- Pembuangan puing-puing batuan. Metode ini lebih disarankan karena menghilangkan bahaya dan tidak membutuhkan perawatan.
Metode ini digunakan untuk memindahkan atau membuang batuan yang tidak stabil yang dapat membahayakan daerah di bawahnya.
Pada perencanaan pembuangan batuan unstable, perlu dipertimbangkan karakter batuan. Pemotongan batuan dan perencanaan muka lereng batuan seharusnya akan memberikan dampak berupa peningkatan stabilitas lereng.
1.2 Anchor
Rock Anchors adalah salah satu metode perkuatan lereng pada batuan dengan pengangkuran (anchoring). Rock anchors sering juga disebut Rock nailling.
Pengangkuran ini sering digunakan dalam penggalian (excavation), bagian dari dinding penahan (retaining wall) ataupun untuk menahan gaya-gaya (uplift, external force, dsb) pada suatu struktur/ fondasi/lereng (slope).
Fungsi utama dari rock anchors adalah untuk memodifikasi gaya normal dan geser pada bidang longsor, dibandingkan menumpukan kekuatan geser dari baja ketika anchor melintasi bidang kritis (longsor/gelincir).
Pada rock anchors terdapat elemen baja yang mendukungnya ( bisa berbentuk bars atau strand) yang akan dimasukkan pada lubang yang sudah dibuat pada lereng. Elemen baja tersebut akan menahan/melawan gaya-gaya yang bekerja pada lereng tersebut.
Rock anchor dapat berupa fully grouted dan untensioned, atau dianchor pada ujung dan tensioned.
Gambar 5. Perkuatan lereng batuan (a) tension rockbolt in a displaced block; (b) fully grouted,untensioned dowels installed prior to excavation to pre-reinforce the rock
Tensioned rock anchors dipasang pada bidang geser yang potensial dan diikat pada sound rock. Adanya gaya tarik pada anchor, akan ditransmisikan ke batuan dengan bidang reaksi pada batuan permukaan, yang akan menimbulkan tekanan pada batuan massa, dan memodifikasi/merubah tegangan normal dan geser pada bidang longsor. Untuk menentukan faktor aman dapat dilakukan perhitungan, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi gaya yang diizinkan.
Setelah persyaratan gaya anchor dan pelubangan sudah ditentukan, terdapat 9 faktor untuk pemasangan anchor (Littlejohn dan Bruce, 1977; FHWA, 1982; BSI, 1989; Xanthakos, 1991; PTI, 1996; Wyllie, 1999; dalam Rock Slope Engineering) :
1. Pengeboran (drilling), menentukan besarnya diameter lubang bor dan panjang yang akan dibor di lapangan berdasarkan pada peralatan yang tersedia.
2. Material dan dimensi Bolt, memilih material dan dimensi anchor yang cocok dengan diameter lubang dan gaya anchor yang disyaratkan.
3. Korosi, memperkirakan tingkat korosi di lapangan dan mengaplikasikan perlindungan korosi yang sesuai dengan tingkat korosi pada anchor.
4. Tipe Pengikatan (bond type), memilih antara semen atau resin grout atau mechanical anchor untuk mengamankan bagian ujung anchor pada lubang. Faktor-faktor yang mempegaruhi penentuan meliputi diameter lubang, tensile load, panjang anchor, kekuatan batuan, dan kecepatan pemasangan.
5. Panjang ikatan (bond length), penentuannya berdasarkan tipe pengikatan, diameter lubang, tegangan anchor, dan kekuatan batuan.
6. Panjang total anchor, menghitung panjang total anchor, yang terdiri dari jumlah panjang ikatan dan panjang yang tidak terpengaruh tekanan. Panjang yang tidak terpengaruh tekanan harus lebih luar dari permukaan batuan sampai bagian atas zona pengikatan (bond zone), dengan bagian atas dari zona pengikatan akan berada di bawah bidang longsor potensial.
7. Pola Anchor (anchor pattern), layout dari pola anchor, maka jarak pada permukaannya akan hamper sama dan akan menghasilkan gaya anchor yang telah disyaratkan.
8. Lubang bor yang tahan air (waterproofing drill holes),memastikan tidak ada diskontinuitas pada zona pengikatan yang dapat menyebabkan kebocoran grouting.
9. Pengetesan (testing), menyiapkan prosedur untuk pengetesan yang akan memeriksa jika panjang pengikatan dapat menahan dari beban yang didesain.
Prosedur perencanaan stabilisasi lereng menggunakan ground anchor ditunjukkan pada flowchart berikut ini.
- Ground anchors harus dipasang dengan jarak minimal 2 m antar angkur.
- Sudut pemasangan angkur 10° sampai -10° dari arah horizontal.
- Arah angkur parallel dengan arah keruntuhan batuan.
- Jarak angkur ditentukan berdasarkan pengaruh antar angkur, yang dapat dilihat dengan meninjau kekuatan angkur, diameter angkur, kedalaman, dan kekuatan keruntuhan batuannya ditentukan pertama pada saat perancangan.
2. Perlindungan lereng batuan (protection measure)
2.1 Rock Sheds
Rock sheds merupakan struktur beton bertulang atau struktur baja yang dipasang menutupi jalan. Berdasarkan strukturnya, rock sheds dibagi menjadi 4 tipe, yaitu portal (gate) type, retaining wall type, arch type and pocket type (Gambar 7).
Metode ini sangat mahal dan hanya didesain pada area yang memiliki bahaya keruntuhan batuan yang ekstrim. Metode ini bertujuan untuk mengurangi bahaya di jalan yang diakibatkan karena keruntuhan batuan dengan cara menahan batuan yang jatuh atau mengubah arah jatuhnya batuan.
Dalam perencanaan ini, yang sangat penting untuk dilakukan yaitu menghitung impact force dari batuan. Rock sheds di desain setelah mengubah impact force menjadi static force. Untuk mempermudah perhitungan, daerah yang terkena impact force diasumsikan sebagai bujursangkar.
2.2 Catch Fill and Ditches
Terlepas dari analisis kestabilan tanggul, perencanaan ini berkaitan dengan bentuk dan dimensi dari catch fill and ditch yang berkaitan dengan kapasitasnya dalam menahan dan menampung batuan. Untuk memastikan kapasitas catch fill and ditch, drain ditch dibuat di sepanjang sisinya.
Penutup
Sekian Penjelasan Singkat Mengenai Prinsip Stabilitas Lereng . Semoga Bisa Menambah Pengetahuan Kita Semua.