Search Suggest

Kajian Kegagalan Bendungan Berdasarkan Tipe Bendungan dan Beberapa Skenario Kegagalan

10 menit


Pendahuluan

Kegagalan bendungan merupakan peristiwa yang sangat serius dan dapat menimbulkan dampak yang sangat luas, mulai dari kerugian materi hingga korban jiwa. Pemahaman mendalam mengenai penyebab dan mekanisme kegagalan bendungan sangat penting untuk dilakukan, terutama dalam konteks perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan bendungan yang aman dan berkelanjutan.

Tipe-Tipe Bendungan

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kegagalan bendungan, penting untuk memahami terlebih dahulu berbagai tipe bendungan yang umum digunakan. Secara umum, bendungan dapat diklasifikasikan sebagai berikut ini:

Bendungan berdasarkan ukuran

Pengelompokan jenis bendungan yang pertama adalah dari ukurannya. Ukuran bendungan memengaruhi biaya konstruksi, perbaikan, relokasi, serta jangkauan potensi bendungan dan besarnya gangguan lingkungan. Secara garis besar, jenis bendungan berdasarkan ukuran dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Bendungan besar

International Commission on Large Dams atau ICOLD mendefinisikan bendungan besar sebagai "Bendungan dengan ketinggian 15 meter atau lebih, yang diukur dari pondasi terendah ke puncak bendungan, mampu menampung lebih dari 3 juta m3, dan konstruksi ‘bendungan utamanya’ memiliki tinggi lebih dari 150 meter.”

Sementara itu, Report of the World Commission on Dam menjelaskan bahwa bendungan yang masuk dalam kategori besar harus memiliki tinggi antara 5 hingga 15 meter (atau lebih) dengan kapasitas waduk lebih dari 3 juta m3. Pada tahun 2021, Daftar Bendungan Dunia ICOLD mencatat 58.700 bendungan besar di seluruh dunia. Untuk saat ini, bendungan terbesar di dunia adalah Bendungan Jinping-I setinggi 305 meter di Tiongkok.

2. Bendungan kecil

United States Bureau of Reclamation (USBR) yang menangani masalah reklamasi di Amerika Serikat menyebutkan bahwa bendungan kecil adalah bendungan yang ketinggiannya tidak lebih dari 10 meter (diukur dari fondasi terendah ke puncak bendungan).

Bendungan kecil biasanya digunakan untuk mendukung lahan pertanian dengan menampung limpasan yang akan digunakan selama musim kemarau. Bendungan skala kecil memiliki potensi untuk menghasilkan manfaat yang besar tanpa perlu menggusur penduduk setempat. Meski ukurannya tidak besar, bendungan kecil juga dapat dijadikan PLTA untuk memasok kebutuhan listrik masyarakat pedesaan.

Bendungan berdasarkan fungsinya

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengategorikan bendungan berdasarkan fungsinya menjadi empat jenis, yaitu:

1. Bendungan penampung air

Jenis bendungan ini dibangun untuk menampung air ketika debit air tinggi (saat musim penghujan) agar nantinya dapat digunakan ketika debit air rendah (saat musim kemarau). Bendungan penampung air selanjutnya dibagi menurut tujuan penampungan airnya, seperti untuk menampung air baku, perikanan, atau pembangkit listrik tenaga air.

2. Bendungan pengalih aliran air

Bendungan pengalih aliran air atau diversion dam memiliki fungsi untuk menaikkan level permukaan air agar bisa mencapai tinggi jatuh yang cukup. Fungsi lainnya adalah untuk mengalihkan aliran air sungai ke saluran irigasi atau sistem pembawa air lainnya. Umumnya, diversion dam digunakan untuk menyokong sistem irigasi atau untuk keperluan air baku.

3. Bendungan pengendali banjir

Jenis bendungan yang satu ini terkadang disebut dengan bendungan retensi. Seperti namanya, bendungan retensi berfungsi memperlambat aliran banjir agar tidak terjadi banjir besar. Caranya adalah dengan menyimpan sementara air banjir.

Bendungan retensi dibagi menjadi dua kategori, yakni umum dan khusus. Tipe umum digunakan untuk menyimpan dan melepas air banjir saat debit air di hilir sungai sudah aman. Sementara itu, tipe khusus digunakan untuk menahan air agar dapat meresap ke tebing-tebing agar tidak terjadi bencana longsor sekaligus untuk menangkap sedimen.

4. Bendungan serbaguna

Sesuai namanya, jenis bendungan ini dibangun dengan beberapa fungsi sekaligus. Misalnya, bendungan untuk irigasi yang juga dimanfaatkan sebagai irigasi. Bisa juga bendungan yang dibangun untuk memasok kebutuhan air baku sekaligus mengendalikan banjir.

Bendungan berdasarkan strukturnya

Jika dikelompokkan menurut strukturnya, bendungan dibagi menjadi empat jenis. Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing jenis bendungan.

1. Bendungan gravitasi

Seperti namanya, bendungan ini memanfaatkan gaya gravitasi bumi untuk mempertahankan konstruksi bendungan agar tidak terbawa dorongan air. Aliran air yang menekan di sisi-sisi bendungan terkadang bisa sangat keras. Namun, dengan adanya gaya gravitasi, berat bendungan pun mampu melawan tekanan tersebut dan kemudian memutar aliran air ke arah sebaliknya.

Perancang bendungan harus benar-benar cermat dalam menghitung berat bendungan. Jika bendungan terlalu ringan, maka tidak akan tercipta gaya gravitasi yang kuat untuk membalikkan aliran air tersebut. Selain itu, bagian pondasinya juga harus kedap air dan memiliki kekuatan dukung yang tinggi.

Pondasi yang kedap air akan menghasilkan tekanan angkat di bawah bendungan yang jauh lebih tinggi. Untuk itulah, biasanya konstruksi bendungan gravitasi juga memanfaatkan lapisan geomembran seperti woven geotextile atau geosynthetic clay liner. Salah satu contoh bendungan gravitasi adalah Grand Coulee Dam di Amerika Serikat.

Bendungan gravitasi umumnya terbuat dari beton atau batu. Jenis bendungan ini juga dapat dibuat padat atau berongga. Meski begitu, bendungan gravitasi padat lebih umum ditemukan dibanding bendungan gravitasi berongga. Namun, bendungan gravitasi berongga lebih ekonomis dibandingkan dengan bendungan gravitasi padat.

2. Bendungan lengkung

Bendungan lengkung memperoleh stabilitasnya dari kombinasi antara gaya lengkung dan gaya gravitasi. Jenis bendungan ini menitikberatkan pada konstruksi abutment yang kokoh, baik itu di bagian penopangnya maupun di bagian dinding sisi ngarai. Biasanya, bendungan lengkung dibangun di ngarai sempit yang dinding-dindingnya berupa batuan keras.

Pada muka hulu vertikal, keseluruhan berat bendungan dipikul oleh pondasi dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Sedangkan, distribusi tekanan hidrostatik akan sangat bergantung pada kekakuan bendungan, baik dari arah vertikal maupun horizontal. Namun, jika muka hulu miring, distribusinya akan jauh lebih rumit.

Bendungan lengkung kemudian dibagi menurut jumlah lengkungnya. Ada bendungan lengkung tunggal dan bendungan lengkung banyak. Salah satu contoh bendungan lengkung tunggal adalah Jones Falls Dam di Kanada. Sementara untuk bendungan lengkung banyak, ada Pensacola Dam di Amerika Serikat.

3. Bendungan lengkung-gravitasi

Ini merupakan jenis bendungan yang memadukan struktur bendungan lengkung dengan bendungan gravitasi. Biasanya, jenis bendungan ini dibangun di area yang memiliki debit air tinggi, namun tidak memiliki banyak material yang cukup untuk membangun sebuah bendungan gravitasi.

Bendungan lengkung-gravitasi memanfaatkan kompresi air ke dalam bendungan untuk mengurangi gaya lateral. Dengan begitu, konstruksi bendungan tidak sepenuhnya bergantung pada gaya gravitasi untuk menahan air. Bendungan pun tidak perlu memiliki berat yang terlalu masif. Hal ini membuat bendungan dapat dirancang dengan struktur yang lebih tipis sehingga lebih hemat sumber daya. Contoh bendungan lengkung-gravitasi bisa ditemukan di Amerika Serikat, yakni Hoover Dam.

4. Bendungan rentetan

Bendungan rentetan merupakan bendungan yang konstruksinya terdiri dari rentetan gerbang besar. Tiap gerbang pada jenis bendungan ini bisa dibuka dan ditutup untuk mengontrol debit air yang disimpan. Gerbang dipasang di antara dermaga yang mengapit bendungan dan berfungsi untuk menahan beban air. Selain itu, gerbang pada bendungan rentetan ini juga memiliki tugas untuk menstabilkan air dalam sistem irigasi.

Biasanya, bendungan rentetan dibangun di muara sungai atau laguna. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya serangan pasang surut sekaligus memanfaatkan tenaga dari aliran pasang surut untuk kemudian diolah menjadi energi. Bendungan rentetan yang dibangun di muara sungai biasanya disebut dengan istilah bendungan pasang surut (tidal barrages). Salah satu contoh bendungan rentetan adalah Bendungan Koshi di Nepal.

Bendungan berdasarkan aspek hidrauliknya

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR juga mengelompokkan jenis bendungan menurut aspek hidrauliknya. Jika dilihat dari aspek hidrauliknya, bendungan dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Bendungan overflow

Ini merupakan jenis bendungan dengan desain yang memungkinkan adanya limpasan air di bagian puncaknya. Bendungan overflow umumnya tidak terlalu tinggi dan tersusun dari material yang mampu menahan erosi seperti beton dan baja.

2. Bendungan non-overflow

Sebaliknya, desain bendungan non-overflow mengharuskan air tidak boleh meluap hingga puncak bendungan. Jenis bendungan yang satu ini jauh lebih tinggi dibanding bendungan overflow. Untuk material penyusunnya terdiri dari urukan tanah dan batu. Namun, ada juga bendungan non-overflow yang terbuat dari beton dengan kombinasi urukan tanah atau batu hingga membentuk komposit.

Bendungan berdasarkan material penyusunnya

Selain menurut ukuran, kategorisasi bendungan lain yang populer adalah menurut material penyusunnya. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR membagi kategori ini menjadi dua, yaitu urukan tanah dan urukan batu.

1. Bandungan urukan tanah

Ini merupakan jenis material bendungan yang paling umum ditemukan di Indonesia. Sebab, konstruksinya lebih mudah, memanfaatkan material yang didapat dari proses penggalian bendungan. Menariknya lagi, jenis bendungan ini dapat dibangun di berbagai jenis tanah pondasi, bahkan yang topografinya kurang baik. Bendungan urukan tanah kemudian dibagi menjadi dua jenis, yakni urukan tanah homogen dan urukan tanah berzona (menggunakan inti tegak atau inti miring).

Untuk meminimalkan risiko terjadinya erosi, bendungan tanah biasanya dilengkapi dengan bangunan pelimpah atau spillway. Ini merupakan suatu konstruksi hidraulik yang berfungsi untuk menyalurkan air sekaligus mempertahankan kesatuan bendungan. Bangunan pelimpah ini dapat bekerja untuk menyalurkan aliran air, baik itu air normal maupun air banjir.

Pembangunan bendungan urukan tanah diberi bagian-bagian pada tubuh bendungan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas bendungan. Pembagian tubuh bendungan ini akan memecah tekanan air sehingga tidak terjadi retakan. Agar stabilitas bendungan makin baik, maka bagian permukaannya diberi lapisan kedap air seperti woven geotextile atau geosynthetic clay liner. Selain itu, bendungan urukan tanah juga memiliki lapisan drainase horizontal, yang terkadang dikombinasikan dengan drainase tegak atau miring.

2. Bendungan urukan batu

Selanjutnya ada bendungan urukan batu. Material timbunan bendungan ini berupa batu untuk menyokong stabilitas konstruksi bendungan. Jika bendungan dibuat kedap air, maka permukaannya diberi lapisan kedap air, seperti woven geotextile atau geosynthetic clay liner (GCL) di bagian lereng hulu atau bisa juga di bagian tubuh bendungan (menjadi inti). Penggunaan geomembran seperti woven geotextile atau geosynthetic clay liner akan menghalangi air sekaligus meminimalkan risiko terjadinya abrasi di masa mendatang.

Bendungan urukan batu dibagi menjadi dua jenis, yaitu urukan batu dengan lapisan kedap air (bendungan sekat) dan urukan batu berzona (menggunakan inti tegak atau inti miring). Sama seperti bendungan urukan tanah, bendungan urukan batu juga dilengkapi dengan bangunan pelimpah. Selain itu, bendungan urukan batu juga harus memiliki pondasi dengan settlement (penurunan) yang kecil. Tujuannya adalah agar tidak merusak membran inti bendungan. Pondasi yang biasa dipakai adalah batuan atau pasir kerikil.

3. Bendungan serbasama (Homogeneus Dams)

Bendungan serbasama (Homogeneus Dams), adalah bendungan yang lebih dari setengah volumenya terdiri dari bahan bangunan yang seragam.

4. Bendungan urungan berlapis-lapis (Zoned Dams)

Bendungan urungan berlapis-lapis (Zoned Dams), adalah bendungan yang terdiri dari beberapa lapisan yaitu, lapisan kedapan air (WaterTight Layer), lapisan batu (Rock Zones), lapisan batu teratur (Rip-rap) dan lapisan pengering (Filter zones).

5. Bendungan beton (Concrete Dams)

Bendungan beton (Concrete Dams), adalah bendungan yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan atau tidak. Pembagian tipe bendungan berdasarkan fungsi.

6. Bendungan baja

Selain pengelompokan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR di atas, material lain yang juga digunakan dalam pembangunan bendungan adalah baja. Material baja yang digunakan adalah jenis pelat baja dan balok penahan beban yang dijadikan komponen strukturnya. Namun, sayangnya bendungan baja tidak bisa bertahan lama.


Gambar Tipikal bendungan urugan dan masalah yang sering dijumpai

Skenario Kegagalan Bendungan

Kegagalan bendungan dapat terjadi akibat berbagai faktor, baik yang bersifat alami maupun buatan manusia. Beberapa skenario kegagalan yang umum terjadi antara lain:

  • Kegagalan Struktural:

    • Kelemahan material konstruksi
    • Cacat desain
    • Kerusakan akibat gempa bumi, erosi, atau abrasi
    • Kelelahan material akibat pembebanan berulang
  • Kegagalan Hidrolik:

    • Overtopping (luapan air melebihi tinggi bendungan)
    • Piping (terbentuknya rongga di dalam tubuh bendungan akibat aliran air)
    • Erosi pada fondasi atau tubuh bendungan
  • Kegagalan Operasi:

    • Kesalahan dalam pengoperasian pintu air atau spillway
    • Kurangnya pemeliharaan
    • Kegagalan sistem monitoring
  • Faktor Alam:

    • Gempa bumi
    • Banjir bandang
    • Longsor
    • Vulkanisme

 

Analisis Kegagalan

Untuk mencegah terjadinya kegagalan bendungan, diperlukan analisis yang mendalam terhadap berbagai faktor yang dapat memicu terjadinya kegagalan. Beberapa metode analisis yang umum digunakan antara lain:

  • Analisis Stabilitas: Menganalisis kestabilan lereng bendungan terhadap gaya-gaya yang bekerja, seperti gaya gravitasi, gaya air, dan gaya gempa.
  • Analisis Rembesan : Menganalisis kemampuan tanah atau batuan penyusun bendungan dalam meneruskan aliran air.
  • Analisis Tekanan Air Pori: Menganalisis tekanan air yang terjebak di dalam pori-pori tanah atau batuan penyusun bendungan.
  • Analisis Seismik: Menganalisis respons bendungan terhadap gaya gempa.

Upaya Mitigasi

Untuk mengurangi risiko terjadinya kegagalan bendungan, dapat dilakukan berbagai upaya mitigasi, antara lain:

  • Perencanaan yang Matang: Melakukan studi kelayakan yang komprehensif sebelum pembangunan bendungan.
  • Konstruksi yang Berkualitas: Menggunakan material yang berkualitas dan mengikuti standar konstruksi yang berlaku.
  • Pemeliharaan Berkala: Melakukan pemeriksaan dan perawatan secara rutin terhadap seluruh komponen bendungan.
  • Sistem Monitoring: Memasang instrumen monitoring untuk memantau kondisi bendungan secara terus-menerus.
  • Rencana Darurat: Menyusun rencana darurat yang komprehensif untuk menghadapi berbagai skenario kegagalan bendungan.


Kesimpulan

Kegagalan bendungan merupakan peristiwa yang kompleks dan multifaktorial. Untuk mencegah terjadinya kegagalan bendungan, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai berbagai faktor penyebab kegagalan, serta penerapan upaya mitigasi yang tepat. Dengan demikian, bendungan dapat berfungsi dengan aman dan optimal dalam jangka waktu yang panjang.

Penutup

Sekian Penjelasan Singkat Mengenai Kajian Kegagalan Bendungan Berdasarkan Tipe Bendungan dan Beberapa Skenario Kegagalan. Semoga Bisa Menambah Pengetahuan Kita Semua.

Posting Komentar

pengaturan flash sale

gambar flash sale

Promo

gambar flash sale